SWARATARUNA.COM - Tidak banyak perempuan yang yang dalam keseharian beraktifitas secara multitasking atau mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus dengan hasil yang maksimal. Perempuan Minang memiliki kemampuan seperti itu.
Salah satu adalah Hj.Nevi Zuarina, anggota DPR RI dari Sumatera Barat. Luar biasa ia menjalani kehidupannya bersama sang suami Prof. Irwan Prayitno dan anak-anaknya. Nevi mengasuh an membesarkan anak, menjalankan bisnis, menjadi guru, beraktifitas di partai dan tidak lupa berinteraksi dengan sesama.
Aktifitas yang multitasking itu diperankan Hj,Nevi Zuairina seperti yang ia ceritakan dalam buku memoarnya yang diluncurkan Sabtu (49/2021) di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Memoar yang berjudul Energi Bundo Kanduang kata pengantarnya ditulis oleh Dr (HC) Puan Maharani, Ketua DPR RI.
“Dari buku yang ditulis dengan pendekatan bertutur ini, saya mendapat kesan tentang seorang perempuan yang penuh semangat, pantang menyerah dan senantiasa tidak meninggalkan kewajibannya sebagai istri dan sebagai ibu dari anak-anaknya. Pada kebanyakan yang dialami perempuan-perempuan aktif, selalu ada yang tertinggal salah satunya, ya suami, ya anak-anak ya membangun kapasitas diri sendiri,” kata Puan Maharani dalam kata pengantarnya.
Tetapi menurut Puan, Nevi Zuairina berhasil melakoni seluruhnya dalam waktu bersamaan. Dan akhirnya dapat kita pahami bahwa manajemen waktu sangat berperan untuk menjalankan peran ganda seperti itu. Selain itu, lanjutnya, sebagaimana diceritakan Ibu Nevi dalam bukunya, kesabaran dan komitment dalam keluarga juga sangat berperan penting dalam kehidupan seorang perempuan yang aktif di dalam rumah dan di luar rumah.
“Energi Perempuan Minang, yang dipilih sebagai judul buku ini menyiratkan makna bahwa pada kultur Minangkabau perempuan ditempatkan pada hirarki yang terhormat. Dan agaknya itu yang memberi semangat untuk banyak perempuan Minang termasuk Nevi Zuairina untuk banyak berperan dalam sejarah perjuangan bangsa,” kata Puan.
Puan juga menyebut beberapa nama, perempuan yang membanggakan Indonesia yang berasal dari Ranah Minang, Rohana Kudus, Rangkayo Rasuna Said, Siti Manggopoh, Rahmah El Yunusiah. Saya ingin menyebut juga Ibu Mufidah Jusuf Kalla dan banyak nama lain yang amat panjang kalau dituliskan.
Sementara Ketua Fraksi PKS DPR RI, Dr.H. Jazuli Juwaini menyebutkan dalam sambutannya bahwa Nevi Zuairina melanjutkan tradisi perempuan Minang. “Saya cukup surprise dengan kehadiran buku memoar ini. Sebab tidak banyak orang sempat menukilkan pengalamannya ke dalam sebuah buku apalagi perempuan. Dan satu hal yang juga membuat saya surprise serta patut memberi apresiasi, bahwa buku ini ditulis Hj.Nevi Zuairina pada saat berusia 55 tahun. Banyak tokoh baru sempat menuliskan pengalamannya pada saat usia sudah sepuh, itu pun hanya karena mengadopsi kebiasaan di barat, bahwa pada usia 70 sebaiknya ditandai dengan peluncuran buku memoar, biografi ataupun otobiografi,” tulis dia di buku yang dieditori oleh wartawan senior Sumatera Barat, Eko Yanche Edrie dan Devi Diany itu.
Jazuli menyampaikan kekagumannya pada Nevi Zuairina, yang diam-diam memiliki catatan-catatan harian yang detail tentang perjalanan kehidupannya. Ia juga mencatat apa yang terjadi di sekitarnya, tentang keluarga, tentang bisnisnya, tentang kampung halaman, tentang daerah, tentang agama, pendidikan, ekonomi, politik dan pemerintahan.
“Menurut saya, semestinya semua politisi mengikuti langkah yang diambil oleh Nevi Zuairina. Mulailah menuliskan catatatan-catatan perjalanan. Sebab apabila tiba waktunya, dimaktubkan dalam sebuah buku, tentu akan berguna untuk generasi berikutnya. Generasi berikutnya adalah generasi yang akan meneruskan apa-apa yang kita lakonkan sekarang. Dengan buku memoar, generasi berikutnya dapat membaca dan memiliki pedoman untuk melangkah, menimba pengalaman tokoh yang ada dalam buku memoar itu. Bukankah kata orang bijak experience is the best teacher, pengalaman adalah guru terbaik. Jadi tidak saja pengalaman sendiri, tetapi pengalaman orang lain. Pengalaman seorang Nevi Zuarina tentu layak dijadikan guru oleh generasi berikutnya, misalnya dalam hal mendirik anak, membina keluarga, melatih diri berbisnis, bekerja keras, berjuang di kancah politik dan sebagainya,” ujarnya.
Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah menyebut buku ini adalah buku penting. ”Kenapa kami sebut sebagai buku penting? Karena buku ini menukilkan berbagai pengalaman ibu Nevi Zuairina yang tidak saja berguna kaum perempuan, namun juga berguna untuk kita semua yang menjalankan tugas-tugas pengabdian masyarakat. Berbagai hal yang dicatat dalam buku oleh bu Nevi tentang Sumatera Barat, tentang Minangkabau, tentang pemerintahan dan sebagainya sepanjang periode pengabdian beliau mendampingi pak Irwan Prayitno sebagai Gubernur Sumatera Barat tentulah sebuah pengalaman lahir batin yang patut kita timba sebagai guru. Karena pengalaman adalah guru, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain,” kata Gubernur Mahyeldi Ansharullah yang ikut menuliskan kata sambutan di buku memoar Nevi Zuairina itu.
Menurut Gubernur Mahyeldi, buku ini menjadi luar biasa, lantaran belum pernah satupun istri Bupati, Walikota dan Gubernur di Sumatera Barat yang sempat menuliskan penggalan-penggalan pengalamannya selama mendampingi suami sebagai kepala daerah. Beberapa Kepala Daerah memang ada menulis buku memoar dan menurut kami ini penting karena bisa menjadi rujukan bagi kepala daerah penerusnya, supaya tidak berlaku adagium ‘sakali aia gadang sakali tapian barubah’, ada pedoman untuk menjaga keberlanjutan atau kesinambungan pembangunan (sustainable development) di daerah. Tapi istri Kepala Daerah sesungguhnya –jika bisa—sebaiknya menulis juga buku memoarnya diluncurkan pada akhir masa jabatan.
“Tradisi seperti ini semestinya mulai kita terapkan, agar ada legacy yang ditinggalkan oleh kepala daerah yang mengakhiri masa tugasnya. Jadi tidak sekedar buku memori serah terima yang sarat dengan data dan angka serta sangat formal itu. Lagi pula buku memori serah terima itu tentu tidak bisa diakses luas oleh publik,” ujarnya.
Nevi sendiri menyatakan bahwa ada banyak catatan sebenarnya yang ia buat tetapi tidak semua catatan itu masuk ke dalam narasi buku lantaran dia pandang bisa mengganggu silaturahmi dengan pihak-pihak tertentu. “Jadi ada bagian pengalaman yang saya catat tapi tidak masuk ke dalam buku agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Sebaliknya ada bagian-bagian yang mungkin saya lupa mencatatnya, maklum itulah salah satu sifat lemah manusia, tidak semuanya serta merta teringat pada hal-hal yang sudah lama berlalu,” kata Nevi Zuairina.***
0 Komentar